Minggu, 12 September 2021

Another Chapter of My Life

     It has been years since i wrote my last blog. Many things happend in my life afterwards, my dad passed away in 2018, and i graduated as a Bachelor in 2019. I applied to work in NGO that time, but i lost my way and finally got rejected in 2021 August. Honestly I didn't break my heart so bad when the announcement launched, i've had my heart broken before when i realized i lost my way. So i tried to find another chance to keep pursuing my purpose of life. I was offered by a few opportunities in 9-10 companies but i decided to take an opportunity from RG, it is one of best digital education partner in Indonesia. I realize it is just a small fragile step from my dream but it is the best i can have right now. I plan to keep update my dayli thought here. So let's begin.

Kamis, 07 Juni 2012

Lily dan matematika


Lily dan Matematika

Aku melangkah gontai di perjalanan pulang, pandanganku menerawang ke hal yang jauh, masa depanku. Impianku selama bertahun-tahun untuk bersekolah di Universitas Harvard dipertaruhkan, hanya karena satu masalah kecil baiklah, aku mengaku itu masalah besar— nilai matematikaku. Harvard tidak mau menerima nilai kurang dari 8,00 untuk setiap mata pelajaran, lalu masih ada berbagai macam tes untuk menjamin bahwa mereka menerima murid yang tepat. Tidak mengherankan, itulah alasan mengapa Harvard menjadi universitas terbaik tertua yang masih bertahan di negara kompetitif ini, United State of America. Dan semua harapanku untuk bersekolah disana sedang digantung sekarang, menunggu saat yang tepat bagi harapan itu jatuh menghantam Bumi.
Aku tidak benar-benar bodoh, menurutku. Hampir semua mata pelajaranku mendapat nilai diatas 8,00 bahkan beberapa nilaiku lebih dari 9,00 tapi seperti yang kubilang, itu masih hampir. Setelah kuhitung ulang, aku sadar kalau nilaiku matematika hanya mendapat 78 dan itu berarti aku tidak akan bisa ikut tes untuk mendaftar di Harvard. Lebih buruk lagi, aku sekarang masuk daftar murid terancam tidak lulus semester, sekolah menetapkan nilai minimal 79 untuk lulus semester, dan nilaiku hanya 78!
“Kau tetap bisa memperbaiki nilaimu, itu pasti miss Evans” kata Mrs. Elizabeth siang itu di kantornya, ia berkata dengan hati-hati, “But i’m not sure you can increase your final score more than 1 point, you have no remidial test to do.” lanjutnya.
Please Ma’am. Anda bisa memberi saya tugas atau semacamnya, saya hanya butuh 2 point lagi” kataku muram. 2 point untuk test di Harvard.
Mrs. Elizabeth merapikan letak kacamatanya, menatapku tajam, lalu membuka beberapa folder di laptopnya, aku terus mengamatinya sampai ia berhenti pada file berjudul Lily Evans dan membukanya, “Okay, i’ll give you a chance. Kau tentu bisa membuat sebuah esai, miss Evans. Kau pilih temanya dan aku ingin esai itu ada di mejaku hari Rabu. Dan mohon diingat, jika aku menambah 1 point di nilaimu, itu berarti aku harus melakukan hal yang sama pada teman-temanmu.”
Sesaat aku membayangkan temanku mendapat angka 102 di raportnya, dan heran aku masih bisa melucu disaat seperti ini. “Of cource Mrs. Elizabeth, thank you.” kataku dan buru-buru pergi.
 Tapi itu tadi, tetap saja sekarang aku berjalan gontai kerumah.
 “Kau sudah pulang, Lily. Aku baru berpikir akan menjemputmu.”
Aku mendongak, dan melihat mata hijau zaitun Carlisle menatapku. Ia sedang duduk di taman rumah kami. Hebat, aku berjalan tanpa sadar ke rumah dan aku selamat!, kataku dalam hati. Sekilas aku melirik jam tangan dan tahu ini sudah pukul 8 tepat, aku mendesah keras dan duduk di samping Carlisle.
“Kau tak pernah pulang selarut ini, ada masalah disekolah?” kata carlisle tenang. benar-benar tipe kakak laki-laki yang bagus untukku, “Aku tidak memaksamu untuk cerita, itu hakmu” lanjutnya.
Aku menatap carlisle lagi, lalu berkata, “Bukan masalah, bencana lebih tepatnya.” Carlisle masih menatapku dengan tenang jadi aku memutuskan untuk melanjutkan, suaraku lebih lirih sekarang, “it’s about mathematics. Nilaiku tak cukup untuk lulus semester ini.” aku berhenti dan menatap Carlisle tak percaya, “Kau tak mengerti, ya?!” nada suaraku meninggi, “Nilai matematikaku tak cukup untuk lulus di semester ini, dan itu berarti aku masuk dalam daftar siswa terancam tak lulus semester, dan itu artinya aku tak punya kesempatan untuk kuliah di Harvard. Bagaimana mungkin ini terjadi!, aku sudah belajar keras untuk matematika, susah makan susah tidur hanya karena matematika, dan yang kudapat hanya nilai 78!! How poor i am.” Kataku marah-marah.
Carlisle masih menatapku untuk beberapa saat sebelum akhirnya berkata, “Ini bukan hanya masalah seberapa keras usahamu untuk matematika, tapi juga seberapa besar minatmu pada matematika, Lily. Hanya mengingatkan, kau selalu berkata matematika adalah pelajaran paling susah dan paling membosankan yang pernah kau pelajari dan kau terpaksa belajar metematika hanya karena menurut orang lain matematika itu penting, Kurasa itu adalah alasan tepat mengapa selama ini kau tak pernah mendapat nilai 8,00 di bidang matematika!” Carlisle berhenti untuk melihat reaksiku, lalu melanjutkan lagi “Lily, yang harus kau lakukan adalah mengubah perspektifmu pada matematika! Matematika itu indah, seperti seni.”
Indah seperti seni, aku mendengus mendengar itu. “Apa hubungannya cara pandang terhadap nilai matematikaku, Carlisle?”
“Tentu ada, Lils. Cara pandangmu terhadap matematika akan mempengaruhi minatmu pada matematika, dan minatmu pada matematika akan mempengaruhi seberapa besar keinginanmu untuk belajar matematika dan itu tentu saja akan mempengaruhi nilai matematikamu.” Jawabnya tenang. Kadang aku berpikir ia lebih cocok jadi seorang ayah daripada kakak, tapi kata-katanya benar.
“Perhatikan dunia di sekelilingmu, Lily! Semua adalah matematika.” Lanjut carlisle, sekarang mata zaitunnya menerawang jauh ke langit, ke bintang-bintang diatas kami. “Letak bintang, perputaran planet, suhu di bumi—“
“Tunggu dulu, kupikir itu fisika” kataku memotong ucapannya,
Carlisle masih tersenyum tenang, lalu melanjutkan lagi, “Tentu itu fisika. Tapi kau harus tahu Lily, matematika adalah dasar dari segala dasar. Menurutmu dari mana Newton tahu kalau +  =   kalu bukan dari matematika? Itu pecahan! Lalu dari mana Ibnu Sinan tahu ukuran yang tepat untuk membedah perut orang lain? Atau darimana Fir’aun membangun piramida dengan begitu hebatnya ? Semua dari matematika. Kalau mereka tak tahu 1 + 1 = 2, mereka tak akan menemukan rahasia alam semesta!”
                Carlisle berhenti, dan aku menunggu, “Einstein dan Edison mengerti apa gunanya matematika dan mereka mengembangkan ilmu itu jadi ilmu lain, itu sebabnya mereka dijuluki Orang-orang cerdas. Sungguh bagus seorang ilmuan bernama Phytagoras menemukan bahwa c2 = a2 + b2, jadi kita tak perlu repot memanjat untuk mengukur tinggi gunung. Rumus trigonometri membuat kita tak perlu melompat ke ujung ruangan untuk mengukur jarak antara titik ke bidang atau mengukur tinggi Eifell, bahkan mengukur pun sudah termasuk matematika, tanpa rumus trigonometri juga kita tak akan menemukan besar gaya vektor, tanpa matematika kita tak akan bisa menentukan kecepatan yang tepat agar dua buah foton tak bertabrakan dan meledak! Semua adalah ilmu hitung, matematika.”
                “Hitler menggunakan fungsi kuadrat untuk menghancurkan Amerika” kata Carlisle, dan aku menatapnya tak percaya, sebuah fungsi kuadrat untuk berperang? That’s impossible!. Carlisle terkekeh sekarang, “Lily, bom meriam menggunakan fungsi kuadrat untuk menciptakan lintasan parabola, jadi mereka tak perlu menghancurkan musuh dari dekat. Sampai sekarang semua tank militer menggunakan prinsip fungsi kuadrat untuk menghancurkan musuh dari jarak jauh, tak peduli berapa mil jaraknya!, jika kau pergi ke bioskop kau akan perhatikan bahwa susunan kursi disana menggunakan deret matematika. Erathothenes pertama kali mengukur bola bumi dengan menghitung selisih sudut matahari di Alexandria  dan jarak dari Syene ke Alexandria, ia menggunakan rumus sinus, sadarkah kau kalau itu matematika?
“Sejak zaman purba pun manusia telah menggunakan matematika walau dalam taraf yang sederhana, mereka menghitung peluang saat berburu dalam kelompok, menghitung berapa lama daging buruan mereka habis jika diambil 5 potong setiap hari, atau bahkan menghitung ramuan yang tepat untuk mengawetkan makanan. Di ekonomi modern, semua tentang matematika, pecahan untuk menghitung diskon, inflasi, dan pendapatan negara. Pertidaksamaan untuk menghitung harga barang, itu semua matematika!. Atau di dunia seni, para arsitek menghitung kekuatan pondasi yang dibutuhkan untuk menahan beban bangunan, menghitung ukuran bangunan. DesainTuhan pun menggunakan matematika! Angka PHI, 1.618”
“Apa hubungannya angka PHI dengan desain Tuhan?” kataku mencela.
Carlisle tersenyum,“Kau tentu tahu kalau jumlah lebah betina selalu lebih besar dari jumlah lebah jantan, jika kau membagi jumlah lebah betina dengan lebah jantan di setiap sarang di dunia ini maka kau akan mendapat angka yang sama. 1,618; PHI! Lalu jika kau menghitung rasio setiap diameter pada Nautilus kau akan mendapat nilai PHI; 1,618!”
Aku ternganga, menyadari kebenaran, “Impossible” gumamku.
It’s possible. Leonardo da Vinci sudah membuktikannya, coba kau hitung jarak antara puncak kepalamu ke lantai lalu bagi dengan jarak dari pusar ke lantai, kau akan mendapat anga PHI lagi! Jarak antara bahumu ke ujung jari bagi dengan jarak dari sikut ke ujung jarimu. PHI lagi. Yang lain? Paha ke lantai dibagi dengan lutut ke lantai. PHI lagi. Ruas jari, jemari kaki, divisi tulang belakang. PHI lagi. Semua tubuhmu adalah PHI, 1,618. Jika kau tak percaya kau bisa cari di wikipedia atau google, terserah. Matematika dalam desain Tuhan.
Fisika dan Kimia, Kecepatan dan zat-zat kimia yang dicampur, itu semua tak lebih dari hitung-hitungan rumus yang dikembangkan dari matematika. Bahkan menghitung peluang dan logika yang dihasilkan pun merupakan matematika. Matematika adalah ilmu hitung, Lily. Dasar dari segala ilmu!” kata Carlisle bangga.
Aku menatapnya tak percaya, baru tersadar. Carlisle benar, matematika adalah ilmu hitung! Dasar dari segala ilmu. PHI, lalu peluang, deret angka, persentase, interval, pecahan, logika, phytagoras, aljabar, persamaan dan pertidaksamaan, dimensi tiga, trigonometri, dan banyak lagi yang lain berkembang menjadi ilmu-ilmu lain yang mengupas rahasia alam semesta. Mengapa aku tak menyadari itu sebelumnya. Carlisle benar, tidak baik mempelajari matematika dengan terpaksa, sedikit perubahan perspektif dapat memberi dampak yang besar. Tiba-tiba akku berpikir, apa yang akan terjadi jika umat manusia tak belajar berhitung? Apakah semaju sekarang?.
Carlisle tersenyum lembut, “Adikku, kurasa kau sudah punya pandangan lain terhadap matematika. Jangan membenci matematika, kau hanya tak mengenalnya. Dan aku yakin, setelah kau mengenalnya sekarang, kau akan jatuh cinta pada matematika” ia berkata puas, tiba-tiba ia melanjutkan, “Kau tau, bahkan warna mata kita—“
“Aku tahu Carlisle, genetika juga cabang dari matematika, menghitung peluang dan semacamnya. Tapi sepertinya peluang ibu lebih banyak di aku, kau lihat mata kita sama hijau tapi rambutmu pirang seperti ibu dan aku merah seperti ayah. Kau benar-benar kakak yang baik Carlisle. Ayo kita masuk, sebelum Mom bisa memarahiku.” Aku segera bangkit berdiri, benar-benar lega bisa bercerita pada Carlisle tentang matematika, jadi itukah rahasianya mengapa ia selalu mendapat nilai bagus di matematika? aku berani bertaruh pasti kunci lokernya deret fibbonacci. Carlisle, Dia hebat.
Carlisle tertawa lebar, puas akhirnya bisa mengubah perspektifku tentang matematika. Aku melirik jam tangan lagi, jam 9, bukankah waktu dan garis lintang juga hasil dari penghitungan matematika? Oh, aku baru menyadarinya sekarang. Kurasa aku harus berterimakasih lagi pada Mrs. Elizabeth, dia sudah sangat baik memberiku kesempatan. Setidaknya karena nilaiku kurang, aku bisa lebih semangat untuk mengambil kelas matematika di Harvard. Itu pun kalau aku lulus semester ini, pikirku sedih. Lalu tiba-tiba teringat tentang esai yang diminta Mrs. Elizabeth, aku tersenyum puas, tahu judul apa yang akan kuberi pada esaiku nanti, “Matematika sebagai ilmu dasar”, aku tersenyum.

Minggu, 26 Februari 2012

pelajaran moral menurut saya


Pelajaran moral dalam hidup menurut saya :
  1. Jika Anda ingin membuat orang lain terkesan sebaiknya anda juga memikirkan waktu, situasi, dan kondisi. Misalnya, anda ingin membuat orang tua anda terkesan dengan bernyanyi, nah sebaiknya anda memilih waktu, situasi dan kondisi yang tepat mungkin anda bisa memilih waktu saat ada acara tahunan di sekolah dimana semua wali murid diharap datang, situasi yang terccipta dengan adanya acara itu adalah semua orang ingin mendapat hiburan yang bagus, kan? Sedangkan kondisi yang sebaiknya ada adalah anda menyanyikan lagu yang telah anda pilih (misalnya lagu “black and white” milik michael jackson) dengan penuh penghayatan, sehingga semua orang akan ikut merasakan lagu itu. Namun jangan sampai anda menyanyikan lagu tersebut pada acara pemakaman seorang kerabat anda, bukannya terkesan pasti orang disana akan tetap mencela anda sebagus apapun suara anda. Nah, Setelah anda memilih waktu, situasi, dan kondisi yang pas tentu orang tersebut akan terkesan terhadap anda. 
  2. Anak-anak (terutama usia 0-5 tahun) adalah murid cerdas yang paling patuh terhadap gurunya. Jika anda tak percaya, coba anda ingat-ingat apakah anak anda pernah bertanya sesuatu seperti ”bisakah kita memelihara anjing ini?” atau “kenapa kita tak boleh memeliharanya?” mungkin pertanyaaan tersebut terdengar biasa namun, pertanyaan tersebut menandakan bahwa anak anda cerdas karena ia bisa berpikir kritis, bayangkan jika ia langsung menuruti perintah anda untuk tidak memelihara  hewan yang mengikutinya pulang, mungkin ia juga akan langsung menuruti perintah orang lain tanpa tahu mengapa. Dan jika kukatakan mereka patuh kepada anda sebagai murid pada gurunya itu karena mereka sebisa mungkin melaksanakan apa yang anda perintahkan. Jika anda melarang mereka untuk berbicara pada orang asing, maka sebagai murid yang cerdas ia aan bertanya “mengapa?” dan sebaiknya anda memberi fakta-fakta yang logis dan mudah dipahami agar mereka mengerti. Dan sebagai murid yang patuh terhadap gurunya maka ia akan menuruti perintah anda begitu anda menjelaskan alasannya. 
  3.   Jangan memarahi anak-anak yang telah melakukan kesalahan. Kurasa kita sebaiknya bertanya mengapa ia melakukan hal itu dan menunjukkan fakta-fakta bahwa jika ia tetap mengulangi hal tersebut ia akan mendapat kesialan abadi yang sangat tidak ia inginkanbukan berarti menakutinya, hanya fakta sebagai peringatan dan pembelajaran. Kurasa hal tersebut lebih baik daripada memukul atau membentaknya. 
  4. Anak-anak adalah kamera  yang sangat luar biasa. Itu sebabnya jangan pernah memukul atau berkata kasar pada anak anda. Dan jika anda ingin berdebat atau bertengkar dengan seseorang sebaiknya jauh dari jangkauan indra anak anda. Karena besar kemungkinan anak anda akan meniru apa yang anda lakukan. Mata dan telinga anak anda adalah kamera perekam yang sangat luar biasa, jadi apa yang mereka lihat dan meraka dengar akan langsung disimpan didalam otak dan tinggal menunggu waktu yang tepat untuk mengirimkannya pada alat gerak dan indra  bicara jadi kesimpulannya jangan izinkan anak anda melihat atau mendengar hal-hal yang buruk. 
  5. Orang yang “merasa” sudah dewasa adalah makhluk paling egois dan sok pintar. Itulah sebabnya meraka tak mau mengalah dan selalu mencari kesalahan orang lain padahal ia juga melakukan hal yang sama. Jika anda kembali pada nomor empat, saya harap anda akan berpendapat untuk menjauhkan anak-anak dari para orang yang “merasa” sudah dewasa. 
  6. Hanya orang bodoh yang memuji dirinya sendiri. Kurasa orang-orang seperti itu kurang memahami konsep “di atas langit masih ada langit”. Kuharap konsep tersebut memberi anda ilham untuk berhenti bersikap pamer. 
  7. Orang bodoh akan puas dengan apa yang ia telah dapat. Jadi jika anda adalah murid yang mendapat nilai 100, penyanyi terkenal, pengusaha dengan omset jutaan dollar, saya harap anda tidak terlalu puas dulu. Jika anda murid, sadarlah bahwa ilmu terlalu luas untuk dibanggakan secepat itu. Jika anda penyanyi terkenal, kurasa anda harus tahu bahwa manusia itu makhluk yang cepat bosan, jadi jika anda menyanyi lagu yang begitu-begitu terus, nada yang sama, gaya yang sama, tak ada niat untuk berkembang maka saya yakin gaji anda akan segitu terusmalah mungkin akan berkurang, sayaa yakin anda akan menemukan bakat yang luar biasa dalam diri anda jika anda terus berusaha untuk mengembangkannya. Dan bagi para pengusaha tentu anda tahu bahwa dalam dunia bisnis, jika suatu produk terkenal luas maka otomatis akan menjamurnya produk-produk serupa yang berusaha mencuri omset anda. Kita misalkan saya Mr. Crab dengan Restorannya. Semua tahu kalau The Krusty Krab terkenal dengan pattynya yang enak, kembali ke sifat dasar manusia yang cepat bosan dan tak pernah puas (tolong bayangkan Mr. Crab adalah manusia yang sangat pelit)jika The Krusty Krab tidak segera berkembang, hanya menyajikan patty yang itu-itu saja, kemungkinan besar para pelanggannya akan tidak puas dan cenderung bosan, tentu hal itu akan mengurangi omset yang awalnya jutaan dollar, Oh, dana kan lebih sial lagi jika Plankton dan The Chumbucket justru menemukan kreasi makanan baru yang menarik perhatian para pelanggan The Krusty Krab tadi. Poor Mr. Krab!! 
  8. Terimakasih, maaf, tolong, dan permisi adalah 4 kata ajaib dalam hidup. dan I love You adalah mantra ajaib yang mampu membuat menahan napas saat kau mendapatkannya. 
  9. Ketika anda mengatakan sesuatu pada seseorang,dan orang tersebut membalasnya dengan pandangan kaget disertai kata “apa?” atau “what”, itu bukan berarti orang tersebut tidak mendengar apa yang anda katakan, melainkan orang tersebut meminta penjelasan untuk menegaskan telinganya masih sehat.

Well, kurasa aku belum menulis semuanya, tapi kurasa cukup sampai disini dulu. Okay!! :)

Senin, 24 Oktober 2011

severus snape and lily evans


.Severus Snape and Lily Evans.
Pelahan-lahan seperti pencairan bertahap es, sinar kecil mentari pagi merayap melalui jendela berdebu, mengalir seperti sungai kuning diatas lantai dan beringsut menaiki selimut kusut. Severus Snape mengernyit ketika akhirnya sinar matahari mencapai wajahnya. Dia terjaga, telah berjam-jam. Dilihatnya jendela, dan mendapati langit telah memudar secara bertahap, dari tengah malam biru ke merah muda kabur. Sekarang, masih bagai mati di tempat tidurnya, ia mengamati bias cahaya di lantai batu yang dingin. Matanya terlukasinar kesedihan penuh sesal.
Mendorong selimut terlepas, ia duduk di tepi tempat tidurnya. Merasakan cahaya yang menghangatkan dadanya, tepat di atas hatinya. Dengan tangan kurus gemetar, ia mengulurkan tangan dan membiarkan cahaya itu ikut menerpanya. Merah berkilau, mengingatkan akan rambutnya.
Dia sudah berkabung meratapi teman-temannya selama bertahun-tahun dalam keheningan, keegoisan akan keberaniannya, dengan sepenuh hati. Tak ada seorang pun tahu, bahkan The Dark Lord pun tidak tahu siapa dia sebenarnya. Dumbledore sudah tahu, kebenaran yang sekarang mengalir dalam darah setengah pangerannya. Teman-temannya akan dikenang sebagai pahlawan, dan dia—hamba tenang akan menjadi orang berdosa. Berdosa karena telah mengenakan mantel kebaikan. Diam-diam Severus mengetahui rasa sakit antara hidup dan mati lebih dari siapapun.
Meski desain kejam nasib, dia sekarang selalu ingin menjadi apa pun, asal bukan Severus Snape yang sekarang. Dia kepala sekolah Hogwarts, namun keadaan jauh dari ideal. Pilihan yang telah ia buat dalam setiap menit hidupnya telah membawanya kesini dan pengabdiannya pada apa yang ia tahu benar telah mengutuknya. Anehnya, Snape masih bisa mendengar bisikan Dumbledore.
Ia berpakaian dengan cepat dan berjalan melewati koridor panjang menuju kantor Kepala sekolah. Beberapa siswa mondar-mandir disana. Sebagian besar dari mereka membungkuk sambil berlalu. Beberapa anak  Slytherin tahun ke enam merendahkan dada mereka untuk menyapa dan kemudian berhenti sebentar untuk mengomentari Hufflepuff, ia hanya menggerutu pada mereka.
Menggumamkan password, ia berjalan susah-payah menaiki tangga dan menghela napas berat saat jatuh terduduk di kursinya. Dumbledore mendengkur dalam tidurnya, severus memutar matanya dan mencubit hidung elangnya.
Dumbledore berdeham, “wha, aku suka kaus kaki..oh, maaf  severus apa sudah pagi?” lanjutnya saat melihat siapa yang ada di kursi Kepala Sekolah.
Snape mendengus, “setidaknya kau tidak mengatakan ‘selamat pagi’” dia memijat pelipisnya, “aku tak bisa tidur, tiada hari baik lagi kukira, bertahan severus” Snape menyemangati dirinya sendiri. Ia sudah melakukan seperti yang diperintahkan, tapi bahkan ia tak percaya itu datang dari mulutnya sendiri, kata-kata itu seperti tertahan di telinganya. Tak bisa masuk dalam otaknya.
“kau harus berhenti menyalahkan dirimu sendiri” kata dumbledore bersandar pada bingkai lukisan dan menyihir kupu-kupu di udara, “tak ada yang bisa kita lakukan” lanjutnya.
“maafkan aku, albus. Tapi Bagaimana aku bisa meyakini itu? Aku tak bisa.” Jawabnya sambil melangkah ke arah baskom air, dan mencelupkan kepalanya. Helai rambut obsidian jatuh di atas matanya saat ia mengangkatnya lagi. “setiap kali aku menutup mataku, aku selalu melihat matanya, wajahnya. Andai saja aku ada disana”
“sabarlah severus” kata Dumbledore. Nada suaranya tegas dan menghibur. “jangan khawatir sendiri. Kita semua tahu apa yang sudah terjadi, dan itu tak mudah bagi siapa pun, tapi aku percaya kau akan baik-baik saja pada akhirnya”
Sambil mendesah, severus berjalan ke arah jendela. Dia mengintip pedesaan kabur di kejauhan. Si mentari pagi cerah menyinari dahan-dahan cemara di halaman. Cabang-cabang giok briliant, seperti matanya.
“james dan aku akan menikah” lily menggeser paketnya dari satu pinggul ke pinggul yang lain, mereka sedang berdiri di luar sebuah toko di Diagon Alley. “aku ingin sekali kau datang, severus” ucapnya penuh harap.
Severus berusaha tidak gemetar menahan beban hidupnya, sekarang seperti ada beban baru diletakkan di pundaknya, “saya,.. aku tak tahu apakah aku punya waktu untuk..”
Mata lily tumbuh lebih besar saat ia amati, bintik-bintik emas dan tembaga bersinar terang dalam kolam zambrud itu,,
“kumohon, sev” pinta gadis itu akhirnya.
Snape mengerutkan alisnya. Tangan putihnya mencengkram erat kusen ubin. Sedikit Memori Lily sudah cukup untuk membekukan seluruh tubuhnya, selalu. Sepanjang hidupnya ia tak pernah menemukan emosi yang lebih kuat dari cintanya pada Lily. Kemarahan, ketakutan, kebencian, dan frustasi, tak ada yang mendekati besarnya. Tak peduli berapa kali ia harus mengingat James Potter talah menyelamatkan hidupnya, dia tak bisa berbohong, tidak ke matanya.


Para siswa berada di kelas mereka siang ini. Snape mencoba melupakan dengan sederhana, fakta memuakkan bahwa dunia terus berubah. Ia bergerak perlahan melalui koridor-koridor kosong itu, kurang tidur terus mengambil siang harinya sebagai korban.
Dengan jentikan pelan tongkatnya, sebuah pintu muncul. Seakan tergelincir kedalam , langkahnya menemukan arah. Di depannya, terbungkus kain besar adaln cermin Erised. Ini adalah tempat persembunyian si cermin, yang tahu hanya beberapa orang yang dipilih.
Kakinya terasa seperti batu saat ia menyeretnya malas di atas lantai lecet. Ia menarik kain itu dari cermin, mata hitamnya menelusuri setiap huruf yang terpahat di tepi cermin, ia telah membaca ratusan kali sebelumnya; ‘erised stra ehru oyt ube cafru oyt on wohsi’. ‘i show not your facebut your heart’s desire’. Ia masih memejamkan matanya, masih takut untuk melihat.
Menelan ludah, ia membbuka matanya, menatap refleksi tipis di kaca tua itu. Beberapa saat, dunia disekitarnya seperti menghilang. Dia berdiri sendirian di dalam cermin, Lily mengenakan sweater abu-abu laut yangnyaman. Rambutnya yang merah gelap tergerai di samping wajahnya dan menetes seperti hujan yang menetes di bahunya. Saat severus terus menatapnya, senyum seterang supernova terulas di wajahnya. Ia mengangkat tangannya pada Lily.
Gerakan itu seperti tenggelam dalam air hangat. Jiwanya telah lelah merasa seperti menerima kedamaian dari kematian yang mudah. Pada saat yang sama, ia merasakan rasa yang luar biasa tenang. Snape telah datang terlau sering. Setiap kali sama. Lily akan muncul dan berdiri tak bergerak di hadapannya seperti foto. Tapi sekarang ada sesuatu yang berbeda, seakan cermin itu mengetahui presentasi keinginan hatinya, sesuatu yang tidak ia tahu. Wajahnya seperti suar ketenangan untuk membawanya ke pengunduran diri akhir.
Dia tahu Lily hanya fatamorgana, ia berjalan lebuh dekat, namun sama saja. Mengangkat tangannya, Snape meletakkan telapak tangannya pada cermin dingin. Lily mengikuti. Sebuah simpul menyendat di tenggorokan. Setelah bertahun-tahun  berpikir ‘bagaimana jika’ dan menebak-nebak, ia menyadari apa yang hatinya telah berusaha untuk menceritakan. Bahwa keputusan yang telah mereka buat berdua dalam satu atau cara lain, telah mengutuk mereka. Entah bagaimana severus menyesal, seakan lily telah mengulurkan tangan dari luar untuk berbicara dengannya.
Dia mencintainya melebihi cinta James Potter dari hidup itu sendiri, tapi cinta severus tak seperti hal lain. Perkembangan rencana hidup telah cocok untuk menarik mereka berpisah. Tapi ia seperti Lily, tak pernah melupakan ikatan khusus mereka. Persahabatan dan cinta terindah di hidupnya.
Tersedak dan kembali terisak, severu kembali ke refleksi. Dengan mataa terpejam, ia bersandar disana menghadap cermin, air mata bergulir di kulit gadingnya. Dia merasa sentuhan tangan lily dari dunia lain di wajahnya, berjuang sia-sia menghapus air matanya. Sisi lain lily beristirahat di hatinya, mengobati terbakar rasa sakit. “lily. Aku menyesal” desahnya, memori memberi kekuatan, “lily, maafkan aku”
Ia sadar, tugas terakhirnya sedang menunggu, melindungi Harry Potter dari Pangeran Kegelapan. Ia sudah tahu Harry anak yang special sejak awal, ia begitu mirip dengan lily, sifat dasarnya. Itulah sebabnya ia tak pernah bertahan menghadapi Harry, ia bisa melihat lily di matanya. Dan timbulkan penyesalan baru. “akan ku jaga dia untukmu. Aku janji.” Bisiknya lirih.

The End


By : mayla potter
Date : Oct, 22 2011


comment here. :)