.Severus
Snape and Lily Evans.
Pelahan-lahan
seperti pencairan bertahap es, sinar kecil mentari pagi merayap melalui jendela
berdebu, mengalir seperti sungai kuning diatas lantai dan beringsut menaiki
selimut kusut. Severus Snape mengernyit ketika akhirnya sinar matahari mencapai
wajahnya. Dia terjaga, telah berjam-jam. Dilihatnya jendela, dan mendapati
langit telah memudar secara bertahap, dari tengah malam biru ke merah muda
kabur. Sekarang, masih bagai mati di tempat tidurnya, ia mengamati bias cahaya
di lantai batu yang dingin. Matanya terluka—sinar kesedihan penuh sesal.
Mendorong
selimut terlepas, ia duduk di tepi tempat tidurnya. Merasakan cahaya yang
menghangatkan dadanya, tepat di atas hatinya. Dengan tangan kurus gemetar, ia
mengulurkan tangan dan membiarkan cahaya itu ikut menerpanya. Merah berkilau,
mengingatkan akan rambutnya.
Dia sudah
berkabung meratapi teman-temannya selama bertahun-tahun dalam keheningan,
keegoisan akan keberaniannya, dengan sepenuh hati. Tak ada seorang pun tahu,
bahkan The Dark Lord pun tidak tahu
siapa dia sebenarnya. Dumbledore sudah tahu, kebenaran yang sekarang mengalir
dalam darah setengah pangerannya. Teman-temannya akan dikenang sebagai
pahlawan, dan dia—hamba tenang akan menjadi orang berdosa. Berdosa karena telah
mengenakan mantel kebaikan. Diam-diam Severus mengetahui rasa sakit antara
hidup dan mati lebih dari siapapun.
Meski
desain kejam nasib, dia sekarang selalu ingin menjadi apa pun, asal bukan
Severus Snape yang sekarang. Dia kepala sekolah Hogwarts, namun keadaan jauh
dari ideal. Pilihan yang telah ia buat dalam setiap menit hidupnya telah
membawanya kesini dan pengabdiannya pada apa yang ia tahu benar telah mengutuknya.
Anehnya, Snape masih bisa mendengar bisikan Dumbledore.
Ia
berpakaian dengan cepat dan berjalan melewati koridor panjang menuju kantor
Kepala sekolah. Beberapa siswa mondar-mandir disana. Sebagian besar dari mereka
membungkuk sambil berlalu. Beberapa anak Slytherin tahun ke enam merendahkan dada
mereka untuk menyapa dan kemudian berhenti sebentar untuk mengomentari
Hufflepuff, ia hanya menggerutu pada mereka.
Menggumamkan
password, ia berjalan susah-payah menaiki tangga dan menghela napas berat saat
jatuh terduduk di kursinya. Dumbledore mendengkur dalam tidurnya, severus
memutar matanya dan mencubit hidung elangnya.
Dumbledore
berdeham, “wha, aku suka kaus kaki..oh, maaf
severus apa sudah pagi?” lanjutnya saat melihat siapa yang ada di kursi
Kepala Sekolah.
Snape
mendengus, “setidaknya kau tidak mengatakan ‘selamat pagi’” dia memijat
pelipisnya, “aku tak bisa tidur, tiada hari baik lagi kukira, bertahan severus”
Snape menyemangati dirinya sendiri. Ia sudah melakukan seperti yang
diperintahkan, tapi bahkan ia tak percaya itu datang dari mulutnya sendiri,
kata-kata itu seperti tertahan di telinganya. Tak bisa masuk dalam otaknya.
“kau harus
berhenti menyalahkan dirimu sendiri” kata dumbledore bersandar pada bingkai
lukisan dan menyihir kupu-kupu di udara, “tak ada yang bisa kita lakukan”
lanjutnya.
“maafkan
aku, albus. Tapi Bagaimana aku bisa meyakini itu? Aku tak bisa.” Jawabnya
sambil melangkah ke arah baskom air, dan mencelupkan kepalanya. Helai rambut
obsidian jatuh di atas matanya saat ia mengangkatnya lagi. “setiap kali aku
menutup mataku, aku selalu melihat matanya, wajahnya. Andai saja aku ada
disana”
“sabarlah
severus” kata Dumbledore. Nada suaranya tegas dan menghibur. “jangan khawatir
sendiri. Kita semua tahu apa yang sudah terjadi, dan itu tak mudah bagi siapa
pun, tapi aku percaya kau akan baik-baik saja pada akhirnya”
Sambil
mendesah, severus berjalan ke arah jendela. Dia mengintip pedesaan kabur di
kejauhan. Si mentari pagi cerah menyinari dahan-dahan cemara di halaman.
Cabang-cabang giok briliant, seperti matanya.
“james dan
aku akan menikah” lily menggeser paketnya dari satu pinggul ke pinggul yang
lain, mereka sedang berdiri di luar sebuah toko di Diagon Alley. “aku ingin
sekali kau datang, severus” ucapnya penuh harap.
Severus
berusaha tidak gemetar menahan beban hidupnya, sekarang seperti ada beban baru
diletakkan di pundaknya, “saya,.. aku tak tahu apakah aku punya waktu untuk..”
Mata lily
tumbuh lebih besar saat ia amati, bintik-bintik emas dan tembaga bersinar
terang dalam kolam zambrud itu,,
“kumohon,
sev” pinta gadis itu akhirnya.
Snape
mengerutkan alisnya. Tangan putihnya mencengkram erat kusen ubin. Sedikit Memori
Lily sudah cukup untuk membekukan seluruh tubuhnya, selalu. Sepanjang hidupnya
ia tak pernah menemukan emosi yang lebih kuat dari cintanya pada Lily.
Kemarahan, ketakutan, kebencian, dan frustasi, tak ada yang mendekati besarnya.
Tak peduli berapa kali ia harus mengingat James Potter talah menyelamatkan
hidupnya, dia tak bisa berbohong, tidak ke matanya.
Para siswa
berada di kelas mereka siang ini. Snape mencoba melupakan dengan sederhana,
fakta memuakkan bahwa dunia terus berubah. Ia bergerak perlahan melalui koridor-koridor
kosong itu, kurang tidur terus mengambil siang harinya sebagai korban.
Dengan
jentikan pelan tongkatnya, sebuah pintu muncul. Seakan tergelincir kedalam ,
langkahnya menemukan arah. Di depannya, terbungkus kain besar adaln cermin Erised. Ini adalah tempat persembunyian
si cermin, yang tahu hanya beberapa orang yang dipilih.
Kakinya
terasa seperti batu saat ia menyeretnya malas di atas lantai lecet. Ia menarik
kain itu dari cermin, mata hitamnya menelusuri setiap huruf yang terpahat di
tepi cermin, ia telah membaca ratusan kali sebelumnya; ‘erised stra ehru oyt ube cafru oyt on wohsi’. ‘i show not your facebut
your heart’s desire’. Ia masih memejamkan matanya, masih takut untuk
melihat.
Menelan
ludah, ia membbuka matanya, menatap refleksi tipis di kaca tua itu. Beberapa
saat, dunia disekitarnya seperti menghilang. Dia berdiri sendirian di dalam
cermin, Lily mengenakan sweater abu-abu laut yangnyaman. Rambutnya yang merah
gelap tergerai di samping wajahnya dan menetes seperti hujan yang menetes di
bahunya. Saat severus terus menatapnya, senyum seterang supernova terulas di
wajahnya. Ia mengangkat tangannya pada Lily.
Gerakan
itu seperti tenggelam dalam air hangat. Jiwanya telah lelah merasa seperti
menerima kedamaian dari kematian yang mudah. Pada saat yang sama, ia merasakan
rasa yang luar biasa tenang. Snape telah datang terlau sering. Setiap kali
sama. Lily akan muncul dan berdiri tak bergerak di hadapannya seperti foto.
Tapi sekarang ada sesuatu yang berbeda, seakan cermin itu mengetahui presentasi
keinginan hatinya, sesuatu yang tidak ia tahu. Wajahnya seperti suar ketenangan
untuk membawanya ke pengunduran diri akhir.
Dia tahu
Lily hanya fatamorgana, ia berjalan lebuh dekat, namun sama saja. Mengangkat
tangannya, Snape meletakkan telapak tangannya pada cermin dingin. Lily
mengikuti. Sebuah simpul menyendat di tenggorokan. Setelah bertahun-tahun berpikir ‘bagaimana jika’ dan menebak-nebak,
ia menyadari apa yang hatinya telah berusaha untuk menceritakan. Bahwa
keputusan yang telah mereka buat berdua dalam satu atau cara lain, telah
mengutuk mereka. Entah bagaimana severus menyesal, seakan lily telah
mengulurkan tangan dari luar untuk berbicara dengannya.
Dia
mencintainya melebihi cinta James Potter dari hidup itu sendiri, tapi cinta
severus tak seperti hal lain. Perkembangan rencana hidup telah cocok untuk
menarik mereka berpisah. Tapi ia seperti Lily, tak pernah melupakan ikatan
khusus mereka. Persahabatan dan cinta terindah di hidupnya.
Tersedak
dan kembali terisak, severu kembali ke refleksi. Dengan mataa terpejam, ia
bersandar disana menghadap cermin, air mata bergulir di kulit gadingnya. Dia
merasa sentuhan tangan lily dari dunia lain di wajahnya, berjuang sia-sia
menghapus air matanya. Sisi lain lily beristirahat di hatinya, mengobati
terbakar rasa sakit. “lily. Aku menyesal” desahnya, memori memberi kekuatan,
“lily, maafkan aku”
Ia sadar, tugas terakhirnya sedang
menunggu, melindungi Harry Potter dari Pangeran Kegelapan. Ia sudah tahu Harry
anak yang special sejak awal, ia begitu mirip dengan lily, sifat dasarnya.
Itulah sebabnya ia tak pernah bertahan menghadapi Harry, ia bisa melihat lily
di matanya. Dan timbulkan penyesalan baru. “akan ku jaga dia untukmu. Aku
janji.” Bisiknya lirih.
The End
By : mayla potter
Date : Oct, 22 2011
comment here. :)
berkata...
BalasHapusheeeeee....
keren ciag....
sampek terharu aq ...
lanjutin dong...